Ragam Taufik Allah kepada Hamba – Bagian 2

0

Saudaraku yang dimuliakan Allah,

Allah telah menciptakan makhluk untuk menaati dan menyembah-Nya, karena hak terbesar Allah ta’ala adalah hamba menyembah-Nya semata dan tidak menjadikan sesuatu apa pun sebagai tandingan-Nya. Dan nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya adalah memberikan petunjuk kepadanya untuk memeluk Islam, memudahkannya untuk hidup di tengah-tengah kaum muslimin, dan menikmati indahnya hukum dan syari’at agama.

Saudaraku yang dimuliakan Allah,

Salah satu cara pandang yang keliru dan kerap terjadi adalah anggapan sebagian orang bahwa ketika pintu-pintu kesenangan dunia dibukakan untuknya, meski agama dan akhirat terkorbankan, merupakan pertanda Allah menganugerahkan taufik kepada dirinya. Hal itu tidaklah tepta, karena setiap orang yang merenungkan kandungan al-Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengetahui tanda-tanda taufik Allah kepada hamba-Nya. Di antara tanda-tanda tersebut adalah:

1. Hamba diberikan taufik sehingga bisa melakukan berbagai amal shalih dengan berbagai ragamnya, baik dalam bentuk fisik, harta, atau ucapan. Allah ta’ala telah menjelaskan bahwa kesuksesan yang besar dapat dicapai dengan menaati-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” [Al-Ahzab: 71].

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ

“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba maka Allah memperkerjakannya Beliau ditanya tentang maksudnya. Lalu beliau bersabda,

يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ مَنْ حَوْلَهُ

“Amal shalih dibukakan untuknya menjelang wafat, sehingga orang-orang yang berada di sekitarnya ridha kepada dirinya.” [Shahih. HR. At-Tirmidzi].

Dari Abu Bakrah, dari ayahnya, bahwasanya seorang pria bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia terbaik?” Beliau menjawab,

مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ

“Manusia terbaik adalah yang berumur panjang dan bagus amalnya.” Pria itu bertanya kembali, “Dan siapakah manusia terburuk?” Beliau menjawab,

مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ

“Manusia terburuk adalah yang berumur panjang, namun buruk amalnya.” [Shahih. HR. Ahmad].

2. Hamba diberikan taufik sehingga bisa menuntut ilmu agama dan mendalami agama Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa dikehendaki Allah memperoleh kebaikan, niscaya dia akan dipahamkan dalam masalah agama.” [HR. Al-Bukhari].

3. Hamba diberikan taufik sehingga turut berpartisipasi dalam mendakwahi manusia kepada agama Allah dan jalan-jalan kebaikan. Dakwah kepada Allah adalah tugas para Nabi, Rasul, dan hamba-hamba-Nya yang diberi taufik. Cukuplah pujian Allah ta’ala bagi mereka dalam firman-Nya di surat Fushshilat ayat 33 yang menunjukkan betapa agungnya kedudukan orang yang berdakwah di jalan Allah. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” [Fushshilat: 33].

4. Hamba diberikan taufik sehingga bisa melakukan taubat yang jujur sesudah bermaksiat, atau Allah ta’ala mencegah diri hamba dari kemaksiatan, sehingga dia tidak melakukannya. Hal ini merupakan taufik, perlindungan, dan kebaikan yang dikehendaki Allah bagi hamba-Nya, karena Allah ta’ala cinta akan taubat yang dilakukan hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” [An-Nisa: 27].

Cukuplah firman-firman Allah ta’ala berikut yang menggambarkan keutamaan bertaubat,

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا

“…kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” [Maryam: 60].

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” [Thaha: 82].

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“…kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Furqan: 70].

Setiap orang yang telah berkeinginan melakukan kemaksiatan dan dosa, di mana berbagai faktor dan kondisi telah mendukung, namun dirinya dihalangi untuk bermaksiat, hendaknya bersyukur kepada Allah atas hal tersebut, karena sesungguhnya Allah ta’ala menginginkan kebaikan untuknya. Hal ini seperti yang difirmankan Allah perihal Nabi Yusuf ‘alaihi as-salam,

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” [Yusuf: 24].

5. Hamba diberikan taufik sehingga bisa memberikan bantuan dan manfaat; serta menunaikan kebutuhan dan menggembirakan mereka. Hal ini seperti aktivitas mengasuh anak yatim, janda, dan kaum fakir miskin.

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, manusia apa yang paling dicintai oleh Allah?. Dan amal apa yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً ، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, sedangkan amal yang paling dicintai oleh Allah adalah kebahagiaan yang engkau berikan kepada diri seorang muslim atau engkau menghilangkan kesulitannya atau engkau melunasi hutangnya atau membebaskannya dari kelaparan.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir].

Dari Raafi’ bin Khadij radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

الْعَامِلُ عَلَى الصَّدَقَةِ بِالْحَقِّ كَالْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ

“Amil zakat yang benar seperti orang yang berjihad di jalan Allah hingga dia kembali ke rumahnya.” [HR. Abu Dawud].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganalogikan amil zakat, baik yang memungut atau pun yang mendistribusikan zakat, serupa dnegan mujahid di jalan Allah, selama memenuhi dua syarat, yaitu melakukan tugasnya dengan benar dan ikhlas mengharap Wajah Allah.

6. Hamba diberikan taufik sehingga bisa memfokuskan perhatiannya pada kitabullah, al-Quran al-Karim, baik dengan mempelajari ataupun mengajarkannya.

Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ» رواه البخاري

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.” [HR. Al-Bukhari].,eng

Ahli al-Quran adalah orang-orang yang dekat dan istimewa di sisi Allah, maka betapa beruntungnya orang yang belajar dan mengajarkan al-Quran; serta menjaga batasan-batasan dan hukum-hukumnya.

7. Hamba diberikan taufik sehingga bisa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar yang menjadi kriteria umat terbaik. Allah ta’ala berfirman,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” [Ali Imran: 110].

Allah ta’ala juga berfirman,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.} [Ali Imran: 104].

8. Hamba diberikan taufik sehingga bisa memiliki karakter dan akhlak yang mulia; berhati lapang dan menginginkan kebaikan bagi setiap kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقًا

‘Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya’.” [HR. al-Bukhari].

Dari Abu ad-Darda radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada suatu amal yang beratnya melebihi akhlak yang baik ketika ditimbang di Mizan.” [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

Adapun hati yang selamat dari penyakit-penyakit hati seperti riya, dendam, dan dengki kepada orang lain adalah sebab seseorang bisa masuk ke dalam surga dan merupakan tanda keimanan yang sempurna seperti tercantum dalam hadits,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ – أَوْ قَالَ لِأَخِيْهِ – مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Demi Dzat yang aku dalam genggamannya, belum beriman (dengan sempurna) seorang hamba, hingga ia mencintai tetangganya – atau beliau mengatakan saudaranya –  seperti ia mencintai dirinya sendiri.” [HR. Muslim].

9. Hamba diberikan taufik sehingga bisa bersikap baik kepada anggota keluarganya. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأهْلِهِ، وأنا خَيْرُكُم لأهْلي.

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku yang terbaik terhadap istriku.” [Shahih. HR. Ibnu Majah].

Seorang yang memenuhi kebutuhan keluarganya dan memprioritaskan mereka sebelum sahabat dan koleganya, sungguh dia telah diberi taufik, karena keluarga adalah pihak yang lebih berhak dan paling utama untuk dipenuhi kebutuhannya ketimbang orang lain.

10. Hamba diberikan taufik sehingga dijauhkan dari hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak mengikuti desas-desus omongan manusia, atau seperti kabar yang viral di medsos dan tidak terjun dalam perkara yang bukan menjadi bidang kompetensinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

“Salah satu tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” [HR. at-Tirmidzi].

Zaid bin Aslam radhiallahu ‘anhu mengatakan:

دُخِلَ عَلَى أَبِي دُجَاَنَةَ رضي الله عنه وَهُوَ مَرِيضٌ – وَكَانَ وَجْهُهُ يَتَهَلَّلُ – فَقِيلَ لَهُ: مَا لِوَجْهِكَ يَتَهَلَّلُ؟ فَقَالَ: مَا مِنْ عَمَلِي شَيْءٌ أَوْثَقُ عِنْدِي مِنَ اثْنَتَيْنِ : كُنْتُ لَا أَتَكَلَّمُ فِيمَا لَا يَعْنِينِي ، وَالْأُخْرَى فَكَانَ قَلْبِي لِلْمُسْلِمِينَ سَلِيمَا

“Saya masuk ke rumah Abu Dujanah radhiallahu’anhu ketika ia sedang sakit (namun ketika itu wajahnya penuh rasa bahagia). Ada yang bertanya kepadanya, ‘Mengapa wajah anda begitu gembira?’. Abu Dujana berkata, ‘Tidak ada amalan yang kuandalkan melainkan dua amalanku, yaitu (a) aku tidak pernah mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat; dan (b) hatiku bersih, tidak mendengki dan dendam terhadap sesama muslim’” [Siyar A’laam an-Nabaala].

11. Hamba diberikan taufik sehingga memperoleh ilham agar konsisten dan benar dalam setiap ucapan, tindakan, dan sikapnya. Itulah hikmah yang disebutkan Allah dalam firman-Nya,

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Quran dan as-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” [Al-baqarah: 269].

12. Hamba diberikan taufik sehingga dimudahkan untuk berjihad dan memperoleh syahadah (mati syahid) di jalan Allah, yang merupakan salah satu ibadah yang utama dan kedudukan yang tertinggi. Allah ta’ala berfirman,

وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” [an-Nisa: 95].

Allah ta’ala menjadikan syuhada itu sebagai orang-orang pilihan. Allah ta’ala berfirman,

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’.” [Ali Imran: 140].

Penutup

Saudaraku yang dimuliakan Allah,
Itulah sebagian tanda-tanda taufik yang diberikan Allah ta’ala kepada hamba-Nya. Maka mohonlah kepada Allah ta’ala agar memberikan taufik-Nya kepada kita agar mampu melakukan segala aktivitas yang dicintai dan diridhai-Nya; agar memberikan petunjuk kepada kita sehingga mampu berucap, beramal, dan berakhlak yang terbaik; serta diwafatkan dalam kondisi itu.

Penyusun : Ustaz Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Diantara Keutamaan Tauhid

0

Sudah menjadi bagian dari jiwa anak Adam suka dengan suatu keutamaan. Sedapat mungkin setiap kita akan berusaha meraih berbagai hal yang kita anggap memiliki keutamaan atau nilai lebih. Misalnya saja, seorang akan berusaha bangun sepagi mungkin agar dapat mulai mencari nafkah lebih pagi dibandingkan orang lain. Harapannya, dengan semakin awal dia mulai mencari nafkah maka akan semakin besar pula peluang untuk mendapat rezki yang berlebih dibandingkan orang lain.

Dalam Al Qur’an, Allah Subhana wa Ta’ala banyak sekali memotivasi para hamba-Nya untuk melakukan berbagai amalan. Misalnya dalam Firman Allah Subhana wa Ta’ala berikut,

??????????? ????? ?????????? ???? ????????? ????????? ????????? ???????????? ??????????? ????????? ??????????????

?Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa?.

(QS. Ali Imron [3] : 133)

Sebelum ayat di atas, Allah Subhana wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya bermuamalah dengan muamalah ribawi. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla merintahkan mereka untuk bersegera memohon ampunan dengan meninggalkan riba, berusaha menjauhi neraka dengan ta?at kepada aturan Allah dan Rosul-Nya Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah Allah melarang riba dan memerintahkan mereka untuk ta?at kepada-Nya dan Rosul-Nya Shollallahu ‘alaihi wa sallam, Dia pun memotivasi mereka jika mereka bersegera berusaha meraih ampunan maka surga yang lebarnya seluas langit dan bumi pun telah menanti.

Di satu sisi lainnya, belakangan pelajaran tauhid mulai ?kurang? diminati kaum muslimin. Kajian yang membahas tentang tauhid peserta yang hadir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tema cinta, keluarga, cara mendidik anak dan seterusnya. Untuk itu kami melalui tulisan ringkas ini berusaha untuk memotivasi kita agar kembali menyadari bahwa tauhid itu sesuatu yang harus senantiasa kembali dipelajari, diulang-ulang, didakwahkan dan diamalkan.

Diantara keutamaan tauhid adalah :

  1. Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

????? ???????? ???????? ??????????? ?????? ?????????????

?Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mentauhidkan-Ku?.

(QS. Adz Dzariyat [51] : 56)

Jika kita mau merenungkan ayat ini, sungguh telah cukup memotivasi kita bahwa tujuan utama kita ada di dunia ini adalah untuk mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla.

  1. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Nabi dan Rosul ?alaihimussalam

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

???????? ????????? ??? ????? ??????? ???????? ???? ????????? ??????? ????????????? ???????????

?Dan sungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thoghut (segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia ridho)?. (QS. An Nahl [16] : 36)

Syaikh Prof. DR. ?Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan, ?Awal dari dakwah para Nabi dan Rosul adalah mengajak untuk menyembah Allah, menyeru kepada tauhid. Karena tauhid adalah pondasinya agama. Sebab agama ini mirip dengan pohon. Sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa pohon itu punya batang dan cabang. Tidak akan tegak suatu pohon kecuali tegak di atas batangnya. Demikian pula dengan agama. Agama tidak akan tegak kecuali di atas pondasinya yaitu tauhid?[1].

  1. Tauhid adalah kewajiban pertama seseorang

Seorang yang sudah terbebani kewajiban dalam syari?at disebut mukallaf. Kewajiban pertama dan utama seorang mukallaf adalah mentauhidkan Allah. Dalilnya sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu?adz Rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya berdakwah ke Yaman.

??????? ???????? ????? ?????? ?????? ??????? ?????????? ??????? ??? ??????????? ???????? ???? ??????????? ????? ????? ???????

?Sesungguhnya engkau akan bertemu dengan sebuah kaum dari kalangan ahli kitab. Maka hendaklah yang pertama sekali engkau dakwahkan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla semata?[2].

  1. Tauhid merupakan sebab terciptanya rasa aman dan mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

????????? ???????? ?????? ?????????? ???????????? ???????? ????????? ?????? ????????? ?????? ???????????

?Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezholiman (syirik), mereka itulah yang mendapat rasa aman dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk?. (QS. Al An?am [6] : 82)

Allah Subhana wa Ta’ala juga berfirman,

?????????????? ????? ????? ????????? (3) ??????? ???????????? ???? ????? ???????????? ???? ??????

?Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan?. (QS. Al Quroisy [106] : 3-4)

Syaikh Prof. DR. ?Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan, ?Rasa aman itu berada di Tangan Allah, dan Allah tidak akan berikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid dan benar-benar mengikhlaskan ibadah/agama mereka hanya kepada Allah semata?[3].

  1. Tauhid itu sesuai dengan fithrah manusia

Agama Tauhid adalah agama yang sesuai dengan fithrah manusia. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

???????? ???????? ????????? ???????? ???????? ??????? ??????? ?????? ???????? ?????????

?Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (Tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu?. (QS. Ar Rum [30] : 30)

Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

??? ???? ????????? ?????? ??????? ????? ??????????? ??????????? ?????????????? ???????????????? ????????????????

?Tidaklah seorang anak yang terlahir melainkan dia terlahir di atas fithroh (tauhid). Maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya yahudi, nashrani atau majusi?[4].

  1. Mendapatkan garansi tidak kekal di neraka

Allah Subhana wa Ta’ala tidak akan menjadikan orang-orang yang benar-benar bertauhid kekal di neraka. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

????? ???? ???? ??????? ????? ???????? ???? ????? : ?? ???? ????? ???? ????????? ??????? ?????? ????

?Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagi neraka siapa saja yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah (bertauhid) yang dengannya dia berharap wajah Allah?[5].

  1. Berpeluang mendapatkan ampunan Allah atas berbagai dosa kepada-Nya

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi,

??? ????? ????? ???? ???????? ??????? ????????? ???????? ?????? ???????? ??? ??????? ???????? ???? ??????? ????????? ??????????

?Wahai anak keturunan Adam, sekiranya engkau berbuat dosa sepenuh bumi namun engkau tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apapun, maka Aku akan jadikan ampunan kepadamu sepenuh bumi?[6].

Mudah-mudah dapat menguatkan hati kita untuk tidak pernah keyang mempelajari dan merealisasikan tauhid dalam hidup dan kehidupan kita sehari-hari.

Penyusun: Aditya Budiman bin Usman
Artikel: IndonesiaBertauhid.Com

  1. Lihat Min Ma?alimut Tauhid hal. 7. ?

  2. HR. Bukhori no. 1458 dan Muslim no. 19. ?

  3. Lihat Min Ma?alimut Tauhid hal. 9. ?

  4. HR. Bukhori no. 6599, Muslim no. 2658. ?

  5. HR. Bukhori no. 425, Muslim no. 263. ?

  6. HR. Tirmidzi no. 3540 dan Ahmad no. 21311. Hadits ini dinilai sesuai syarat Bukhori dan Muslim oleh Syaikh Syu?aib Al Arnauth Rohimahullah. ?

Makna 2 Kalimat Syahadat

0

Kata syahadat tentu tidak asing di telinga seorang muslim. Betapa tidak, 2 kalimat syahadat merupakan rukun Islam pertama. Namun demikian, ketika sebagian kita ditanya orang non muslim misalnya, ‘Apa itu syahadat ?’ Maka tak jarang kita tak mampu menjawabnya dengan tepat. Untuk merefresh kembali mari simak goresan ringkas berikut ini.

Makna Syahadat

Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Syahadat adalah sebuah keyakinan yang tegas. Anggota tubuh yang mengikrarkan syahadat ini adalah lisan. Sehingga makna syahadat adalah keyakinan yang mantap/ tegas yang diungkapkan oleh lisan”.

Beliau juga mengatakan, “Syahadat/ persaksian identik dengan melihat suatu yang dipersaksikan atau mendengarnya. Ketika keyakinan hati/ i’tiqod ini menggambarkan suatu keyakinan yang kuat dan mantap maka digunakanlah redaksi syahadat. Inilah hikmah mengapa rukun Islam yang pertama digunakan ungkapan bersaksi/ syahadat bukan menyakini”.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan, “Aku bersyahadat/ bersaksi artinya aku mengikrarkan dalam hati dan aku ungkapkan melalui lisanku. Sebab syahadat itu merupakan ucapan lisan untuk mengungkapan apa yang ada di hati. Misalnya ketika anda sedang bersama hakim untuk bersaksi tentang si Fulan. Maka anda bersaksi dengan lisan untuk mengungkapkan apa yang ada di hati anda. Dipilihnya kata syahadat bukan ikrar sebab syahadat/ persaksian pada asalnya ungkapan karena telah menyaksikan sesuatu. Yaitu hadir dan melihat sesuatu yang dipersaksikan. Sehingga orang yang bersyahat/ bersaksi berarti dia mengabarkan apa yang ada di hatinya melalui ungkapan lisannya. Seolah-olah dia menyaksikan dengan mata kepada sendiri”.

Syaikh DR. Abdul Muhsin bin Muhammad Al Qosim Hafizhahullah terkait hikmah penggunakan kata syahadat/ persaksian untuk menggambarkan sebuah keyakinan yang kuat dan kokoh, “Untuk menjelaskan bahwa sesuatu yang diyakini itu benar-benar mantap. Sampaipun seolah-olah engkau melihat apa yang engkau yakini”.

Intinya makna syahadat adalah sebuah keyakinan yang kuat dan kokoh diungkapkan dengan lisan. Sampai seolah-olah orang yang bersyahadat melihat dengan mata kepalanya sesuatu yang diyakini dan dipersaksikannya.

Makna Syahadat Laa Ilaaha Illallah

Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Makna Syahadat Laa Ilaaha Illallah adalah keyakinan dan ikrar bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang layak dipersambahkan ibadah kepadanya kecuali Allah. Konsekwensi dari syahadat ini adalah beramal dengannya. Maka makna Laa Ilaaha adalah tidak adanya keberhakan untuk diibadahi dalam bentuk apapun segala sesuatu selain Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan Illallah mengandung adanya penetapan keberhakan Allah Subhana wa Ta’ala semata untuk diibadahi. Maka makna kalimat syahadat Laa Ilaaha Illallah ini adalah tidak ada yang benar/ berhak disembah kecuali Allah. Jadi kalimat syahadat ini secara umum adalah tidak ada sesembahan yang benar disembah  selain Allah”.

Adapun jika syahadat Laa Ilaaha Illallah dimaknai tiada Tuhan selain Allah maka makna ini hanya merupakan sebagian dari makna yang diinginkan dari makna syahadat Laa Ilaaha Illallah yang sebenarnya. Sebab jika dimaknai demikian makna hanya mencakup makna tauhid rububiyah saja dan tauhid ini pun diakui oleh orang-orang musyrik di zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian juga, bila syahadat Laa Ilaaha Illallah dimaknai dengan tidak ada sesembahan kecuali Allah. Maka makna ini pun keliru, sebab konsekwensinya bahwa setiap yang disembah manusia itu (baik yang muslim maupun yang non muslim) berupa berhala dan yang lainnya berarti Allah. Dan ini tentu tidak benar dan batil. Sekali lagi makna yang tepat untuk syahadat Laa Ilaaha Illallah  adalah tidak ada sesembahan yang benar disembah kecuali Allah Subhana wa Ta’ala. Atau dengan ungkapan lain tidak ada sesuatu apapun yang layak dipersambahkan ibadah apapun kepadanya kecuali Allah semata.

Syahadat Laa Ilaaha Illallah tidak cukup dengan sekedar ucapan lisan tanpa mengetahui maknanya dan memenuhi syarat-syaratnya yang insya Allah akan disampaikan pada artikel berikutnya.

Makna Syahadat Muhammad Rosulullah

Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Pengakuan baik secara zhohir maupun bathin bahwasanya Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba Allah dan Rosul-Nya untuk seluruh manusia dan beramal dengan konsekwensi syahadat ini. Seperti menta’ati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan peringatkan serta beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang beliau tuntunkan”.

Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Ada 4 hal yang tidak akan sempurna syahadat Muhammad Rosulullah kecuali dengannya :

Pertama : Setiap yang beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan maka sudah seharusnya dita’ati dan dilaksanakan. Perintah tersebut dapat saja berstatus wajib ataupun mustahab/ dianjurkan.

Kedua : Membenarkan setiap kabar yang beliau kabarkan. Oleh sebab itu orang yang mendustakan kabar dari Rosulullah maka dia bukanlah orang yang benar-benar merealisasikan syahadat Muhammad Rosulullah. Sebab Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengabarkan dari hawa nafsunya melainkan wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Ketiga : Menjauhi semua hal yang beliau peringatkan dan larang. Banyak orang yang melanggar hal ini. Sehingga mereka melanggar apa yang beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam larang baik terkait ucapan lisan, amal ibadah, muamalah, adab dan sikap. Ini merupakan dalil yang menunjukkan lemahnya iman orang tersebut.

Keempat : Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan. Makna keempat ini merupakan makna yang menunjukkan rukun/ asas dari berbagai rukun ibadah dan beragama. Yaitu ibadah itu bukanlah sesuai keinginginan hawa nafsu dan perbuatan mengada-ada yang tidak dicontohkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pula hasil ijtihad yang tidak berdasarkan dalil yang benar. Ibadah itu hanyalah dibangun di atas apa yang dibawa syariat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam”.

Syaikh DR. Abdul Muhsin bin Muhammad Al Qosim Hafizhahullah mengatakan, “Syahadat bahwasanya Muhammad Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah maksudnya semata-mata ucapan lisan. Namun ucapan lisan dan beramal dengan konsekwensi maknanya. Sebab paman beliau Shollallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Tholib dan banyak orang kafir Quroisy mengakui dengan lisan mereka bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang jujur dan benar, serta agama yang dibawanya juga baik. Akan tetapi pengakuan ini tidak memasukkan mereka ke dalam Islam”.

Mudah-mudah artikel ini berguna bagi kaum muslimin sekalian sehingga dapat menguatkan dan memantapkan 2 kalimat syahadat kita. Amin.

Penyusun: Aditya Budiman bin Usman
Artikel: IndonesiaBertauhid.Com

 

Semata Mengakui Allah Pencipta Alam Semesta

0

Allah Subhana wa Ta’ala adalah Tuhan Pencipta Alam Semesta beserta segala isinya merupakan sebuah hal yang tak terbantahkan. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla membuka Kitab-Nya dengan hal tersebut dalam Firman-Nya,

????????? ??????? ????? ?????????????

?Segala puji bagi Allah Tuhan Alam Semesta?. (QS. Al Fatihah [1] : 2)

Kalimat Laa Ilaaha Illah merupakah sebuah kalimat yang mungkin ringan di lisan kita namun berat di Sisi Allah Ta’ala. Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

????? ??????? ??????? ?????? ?????? ??????? ???????? ????????? ?????? ?????????? ?????????? ????? ????????? ?????? ?????? ???????? ???????????? ??????? ????????????? ??????????? ???? ??????????? ??????? ????? ?????? ?????? ??????? ??????? ???????????? ????????? ?????????????? ????????? ???? ???????? ??? ??????? ?????????? ??? ?????? ?????? ??????? ??? ??????? ???????? ??????? ??? ?????? ?????? ???????

?Sesungguhnya Nabi Allah, Nuh ?alaihissalam ketika menjelang wafatnya bertutur kepada anaknya, ?Sesungguhnya aku berpesan kepadamu sebuah wasiat. Aku memerintahkan 2 hal padamu dan aku pun melarangmu melakukan 2 hal. Aku memerintahkan kepadamu ?Laa Ilaaha Illallah?. Sesungguhnya Seandainya langit yang 7 lapis demikian pula bumi dengan 7 lapisnya diletakkan pada daun timbangan dan kalimat Laa Ilaaha Illah diletakkan dalam daun timbangan lainnya. Niscaya Laa Ilaaha Illah lebih berat timbangannya………..?[1].

Demikian luar biasanya kedudukan Laa Illaha Illallah di Sisi Allah Tabaraka wa Ta?ala.

Kembali mengingat masa lalu, kita pernah diajarkan bahwa makna kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah tiada Tuhan selain Allah. Kemudian jika ditanyakan apakah makna Tuhan pada kalimat tersebut ? Maka banyak jawaban kita dapatkan bahwa makna dari kalimat ini adalah tidak ada Pencipta, Pemilik dan Pengatur Alam Semesta melainkan Allah.

Kata Tuhan di dalam Bahasa Arab berarti Ar Robb. Ibnul Atsir Rohimahullah mengatakan, ?Robb digunakan dalam Bahasa Arab pada raja/pemilik, pemimpin, pengatur, pemelihara, yang mengadakan dan pemberi nikmat. Kata Robb yang digunakan tanpa idhofah/ penyandaran tidak boleh digunakan kecuali pada Allah Ta’ala?[2]. Misal, Robbul Bait berarti pemilik rumah. Sedangkan jika kata Robb berdiri sendiri tanpa ada penyandaran ?Robb? maka tidak boleh digunakan kecuali maksudnya adalah Allah ‘Azza wa Jalla.

Ringkasnya makna Tuhan atau Robb (dalam Bahasa Arabnya) terkait dengan makna Pencipta, Pengatur dan Pemilik Alam Semesta. Jika hanya demikianlah pemahaman kita tentang kalimat Laa Ilaaha Illallah maka sungguh kaum musyrikin di zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam pun mengakuinya. Namun pengakuan mereka itu tidak ternilai, tidak dapat memasukkan mereka ke dalam Islam. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

???? ?????? ????????? ?????? ?????? ???? ???????? ??????????? . ???????????? ??????? ???? ??????? ???????????? . ???? ???? ????? ????????????? ????????? ??????? ????????? ?????????? . ???????????? ??????? ???? ??????? ?????????? . ???? ???? ???????? ????????? ????? ?????? ?????? ??????? ????? ??????? ???????? ???? ???????? ??????????? . ???????????? ???????

Katakanlah, “Milik siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” Maka mereka akan menjawab, ?Milik Allah?. Maka apakah kamu tidak ingat. Katakanlah, ?Siapakah Robb tujuh lapis langit dan Robb Arsy yang agung?? Maka meka akan mengatakan, ?Allah?. Maka apakah kalian tidak bertakwa. Katakanlah siapakah yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu dan Dia adalah Dzat yang melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)Nya, jika kamu mengetahui ?? Mereka akan mengatakan, ?Allah?. (QS : Al Mu?minun [23] : 84-87 ).

Allah Tabaroka wa Ta’ala juga berfirman,

???? ???? ???????????? ???? ?????????? ??????????? ???? ???? ???????? ????????? ?????????????? ?????? ???????? ???????? ???? ?????????? ?????????? ?????????? ???? ???????? ?????? ????????? ????????? ?????????????? ??????? ?????? ??????? ??????????

?Katakanlah (kepada mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)??. (QS : Yunus [10] : 31).

Lihatlah mereka orang-orang musyrik di Zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahkan menyakini bahwa Tuhan dalam artian Pencipta, Pemilik dan Pengatur Alam Semesta itu hanya Allah Ta’ala. Namun semata pengakuan mereka akan hal ini tidak dapat memasukkan mereka ke dalam Islam.

Masih banyak ayat lain yang memiliki makna semisal dengan ayat – ayat di atas, yang intinya menjelaskan kepada kita bahwa, ?semata-mata pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan, memiliki dan mengatur alam semesta? belum dapat memasukkan seseorang ke dalam Islam.

Lantas apa makna Laa Ilaaha Illallah ?

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman tentang misi utama para Rosul ?alaihimussalam dan sekaligus penjelasan makna kalimat Laa Ilaaha Illalah,

????? ??????????? ???? ???????? ???? ??????? ?????? ?????? ???????? ??????? ??? ?????? ?????? ????? ????????????

?Sungguh kami tidaklah mengutus seorang rosul pun sebelummu (Muhammad) kecuali kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku (makna Laa Ilaaha Illallah ?pen) maka beribadahlah (hanya) kepada -Ku?. (QS : Al Anbiya [21] : 25).

Imamnya para ahli tafsir, Ibnu Jarir Ath Thobari Rohimahullah mengatakan, ?Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Kami (Allah) tidaklah mengutus seorang rosul pun sebelum engkau wahai Muhammad kepada ummatnya kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan di langit dan di bumi, tidak ada Dzat yang pantas disembah selain Aku (Allah), maka sembahlah Aku, beribadahlah kepada-Ku, ikhlaskanlah ibadah kepada-Ku semata, esakanlah Aku dalam tauhid uluhiyah?.

Kemudian beliau Rohimahullah menutup, ?Dan dengan ungkapan-ungkapan semisal yang kami sampaikan inilah para ulama tafsir menafsirkan ayat ini?[3].

Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

???? ????? ??? ?????? ?????? ??????? ???????? ????? ???????? ???? ????? ??????? ?????? ??????? ???????? ??????????? ????? ???????

?Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illah dan dia mengingkari segala sesuatu yang disembah, diibadahi selain Allah maka harta dan darahnya haram (diambil dan ditumpahkan -pen) sedangkan perhitungan pahalanya di sisi Allah?[4].

Berdasarkan ayat dan hadits Nabi shollallahu ?alaihi wa sallam serta keterangan ulama di atas teranglah bagi kita bahwa makna Laa Illaha Illallah adalah tidak ada Dzat yang berhak dan benar disembah kecuali Allah. Bukan tiada Tuhan selain Allah.

Sampai di sini, jelaslah bagi kita bahwa semata-mata pengakuan, persaksian bahwa tidak ada Dzat yang menciptakan, memiliki dan mengatur alam semesta kecuali Allah bukanlah tafsiran yang diinginkan dari kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah, sebab orang-orang musyrik di zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam pun mengakui dan mengetahuinya. Sehingga Hingga seseorang itu mengetahui, mengikrarkan dan menjalan konsekwensi bahwa satu-satunya Dzat yang layak, benar dan pantas disembah serta diibadahi hanyalah Allah semata.

Allahu a?lam.

Sigambal selepas subuh, 25 Dzulhijjah 1439/ 6 September 2018

Penulis Aditya Budiman bin Usman

  1. HR. Ahmad no. 6583 dan dinyatakan shahih oleh Syu?aib Al Arnauth rahimahullah. ?
  2. An Nihayah fi Ghoribil Hadits hal 179/I via Fiqh Al Asma Al Husna oleh Syaikh Abdur Rozzaq hal. 98 terbitan Dar Ibnul Jauzi, Riyadh. ?
  3. Lihat Jami? Al Bayan Fi Takwilil Qur?an hal. 427/18 terbitan Muasasah Risalah, Beirut, Lebanon. ?
  4. HR. Muslim no. 23. ?

Artikel IndonesiaBertauhid.Com

Ragam Taufik Allah kepada Hamba – Bagian 1

0

Derajat taufik tertinggi yang diberikan kepada hamba adalah ketika Allah menjadikan engkau cinta pada keimanan dan ketaatan; serta menjadikan engkau benci pada kekufuran dan kemaksiatan. Derajat itulah yang diperoleh para sahabat Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam, tatkala mereka pun diuji.

Allah ta?ala berfirman,

??????????? ????? ??????? ??????? ??????? ? ???? ??????????? ??? ??????? ???? ????????? ??????????? ?????????? ??????? ??????? ?????????? ??????????? ??????????? ??? ??????????? ????????? ?????????? ????????? ???????????? ?????????????? ? ?????????? ???? ?????????????

?Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus…? [al-Hujurat: 7].

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan,

????? ???? ?? ???? ????? ????????? ?????: ???? ?????? ??? ??? ????? ?????? ????????? ??? ??? ???????? ???????? ?????? ???????? ????? ????? ????? ?????? ?? ??????? ????? ????? ??? ????? ???????

?Allah mengungkapkan kepada para hamba-Nya yang mukmin bahwa kalau bukan karena taufiq-Ku untuk kalian, niscaya jiwa kalian tidak akan tunduk untuk beriman. Di saat itu, iman belum menjadi suatu hal yang menetap dan sesuai dengan jiwa kalian. Akan tetapi, Aku-lah yang telah menjadikan iman kalian cinta pada keimanan dan menjadikannya sesuatu yang indah dalam hati kalian. Dan Aku-lah yang menjadikan hati kalian benci pada kekufuran dan kefasikan.? [Madaarij as-Saalikiin: 1/447].

Taufik datangnya dari Allah

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan,

???? ???????? ????? ?? ??????? ?? ?? ?? ???? ???? ??? ????? ??? ??????? ?? ?? ???? ???? ???? ????

?Alim ulama yang mengenal Allah bersepakat bahwa taufik adalah ketika Allah tidak menyerahkanmu pada dirimu sendiri. Sementara lawan dari taufik, yaitu al-khudzlaan (ditelantarkan), adalah ketika Allah meninggalkanmu sehingga bergantung pada dirimu endiri.? [Madaarij as-Saalikiin: 1/445].

Dari sinilah kita mengetahui bahwa taufik adalah sesuatu yang hanya diminta kepada Allah, tidak ada seorang pun yang mampu memberikan selain Dia.

Syu?aib ?alaihi as-salam mengatakan,

????? ?????????? ?????? ????????? ? ???????? ??????????? ?????????? ???????

??Dan petunjuk (taufik) yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.? [QS. Hud: 88].

Pengertian itulah yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam dalam sebuah sabdanya,

????????? ???????????? ?????????? ?????????? ??????? ???? ????????? ????? ??????? ???????? ?????? ?????????? ??? ??????? ??????? ??? ?????? ?????? ??????

?Doa ketika genting adalah, ?Allohumma rahmataka arjuu, fa laa takilniy ilaa nafsi thorfata ?ainin wa ashlih liy syakni kullihi laa ilaaha illa anta.?

Artinya: Wahai Allah, hanya rahmat-Mu yang kuharapkan. Janganlah Engkau menyandarkanku pada diriku sendiri, meski sekejap mata. Perbaikilah seluruh keadaanku, tidak ada Ilaah yang berhak diibadahi dengan hak kecuali hanya Engkau.? [HR. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh al-Albani].

Taufik tidaklah identik dengan kekayaan dunia

Sebagian orang meyakini bahwa setiap orang yang diberi rezeki berupa kelebihan harta, jabatan, status sosial dan hal-hal keduniaan lainnya , telah diberi taufik oleh Allah ta?ala. Padahal tidak demikian, karena harta duniawi adalah sesuatu yang diberikan Allah kepada setiap orang yang beriman maupun yang tidak. Allah memberikannya pada orang yang dicintai dan yang tidak dicintai-Nya.

Allah ta?ala berfirman,

???????? ???????????? ????? ??? ?????????? ??????? ???????????? ??????????? ????????? ?????? ?????????? ???????? ????? ??? ?????????? ???????? ???????? ???????? ????????? ?????? ????????? ?????? ? ???? ??? ??????????? ??????????

?Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Rabb-ku telah memuliakanku”. Adapun bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabb-ku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim…? [al-Fajr: 15-17].

Karena itulah taufik kepada hamba-Nya adalah:

  • jika dianugerahi jabatan dan status sosial, dia memanfaatkannya untuk meraih ridha Allah ta?ala, membela agama-Nya dan memberi manfaat kepada saudaranya; dan
  • jika diberi rezeki harta, dia memperolehnya dengan cara yang halal untuk digunakan dalam ketaatan kepada Allah ta?ala.

Orang yang diberi taufik adalah jika memperoleh karunia dan anugerah dari Allah, dia akan bersyukur dan menggunakan karunia itu menambah ketaatan kepada Allah. sedangkan orang yang ditelantarkan adalah dia yang tidak memanfaatkan anugerah itu untuk menaati Allah ta?ala, tapi malah berbuat melampaui batas dan mengingkari.

Allah ta?ala berfirman,

?????? ????? ???????????? ?????????? ???? ????? ???????????

?Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.? [al-Alaq: 6-7].

Allah ta?ala berfirman perihal Nabi Sulaiman ?alaihi as-salam,

????? ?????? ???? ?????? ?????? ????????????? ?????????? ???? ???????? ? ?????? ?????? ?????????? ???????? ?????????? ? ?????? ?????? ??????? ?????? ??????? ???????

?Sulaiman berkata, “Ini termasuk karunia Rabb-ku untuk menguji aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabb-ku Mahakaya lagi Mahamulia.? [an-Naml: 40].

-bersambung-

Penyusun : Ustaz Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Manusia Bebas Memilih Iman dan Kufur?

3

Allah ta?ala berfirman,

?????? ???????? ???? ????????? ? ?????? ????? ???????????? ?????? ????? ???????????? ? ?????? ??????????? ?????????????? ?????? ??????? ?????? ???????????? ? ?????? ????????????? ????????? ??????? ??????????? ??????? ?????????? ? ?????? ?????????? ????????? ???????????

?Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.? [al-Kahfi: 29].

Sebagian orang menggunakan ayat ini sebagai dalil bolehnya memilih antara Islam dan kekufuran. Bahwa manusia merdeka untuk menentukan keberagamaannya tanpa ada sanksi, dia bebas memilih salah satu di antara keduanya karena adanya pilihan yang tersebut dalam ayat di atas!

Pada hakikatnya, pemahaman tadi tidaklah menggambarkan makna ayat di atas dan juga tidak sejalan dengan redaksi ayat. Ayat di atas bukanlah menunjukkan seseorang boleh memilih antara Islam dan kekufuran, namun ayat tersebut menunjukkan tidak adanya pemaksaan untuk memeluk Islam. Ayat itu sekaligus menunjukkan bahwa manusia dianugerahi kemampuan untuk memilih. Apabila dia memilih jalan keimanan, sungguh dia telah memilih jalan keselamatan dan keberuntungan. Sebaliknya, jika dia memilih jalan kekufuran, sungguh dia telah memilih jalan kesengsaraan dan kebinasaan. Oleh karena itu, ?pilihan? yang terdapat dalam ayat di atas diiringi dengan ancaman dan peringatan bagi mereka yang memilih jalan kekufuran.

Dengan dmeikian, ayat di atas juga merupakan ayat yang berisi ancaman dan peringatan bagi orang yang memilih jalan kekufuran. Hal ini seperti ayat yang lain dalam al-Quran, yang menyebutkan lafadz semisal firman Allah ta?ala,

??????????? ??? ???????? ???? ???????

?Maka sembahlah olehmu hai orang-orang musyrik apa yang kamu kehendaki selain Allah…? [az-Zumar: 15].

Dan firman Allah ta?ala,

????????? ??? ???????? ?

?Perbuatlah apa yang kamu kehendaki? [Fushshilah: 40].

Maksudnya silakan sembah apa pun selain Allah dan perbuatlah apa yang kalian kehendaki, tapi ingat, kalian akan dihisab atas perbuatan tersebut.

Karena itulah ayat di atas dipergunakan sebagai dalil untuk mematahkan pendapat sekte Jabbariyah yang menyatakan bahwa manusia ?dipaksa? dalam setiap perbuatannya. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia juga memiliki kehendak dan kemampuan untuk memilih, dia pun akan dihisab atas hal tersebut.

Demikian itulah makna yang dikemukakan mayoritas ahli tafsir untuk ayat ini.

al-Baghawi rahimahullah mengatakan,

??? ??? ???? ??????? ??????? ?????: {?????? ?? ????}

?Redaksi ayat ini (al-Kahfi: 29) bermakna ancaman dan peringatan sebagaimana firman-Nya (yang artinya), ?Perbuatlah apa yang kamu kehendaki…? [Fushshilat: 40].? [Ma?alim at-Tanzil].

al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,

???? ??? ?????? ?????? ??? ??????? ?????? ? ????? ?? ???? ??????? ?? ?? ????? ??? ??? ??? ?????? ??? ????? ???? ?????

?Hal ini bukan berarti memberikan dispensasi atau alternatif antara keimanan dan kekufuran. Tapi firman Allah ini mengandung ancaman dan peringatan, yang berarti jika anda kufur, niscaya neraka tersedia bagimu. Dan jika anda beriman, niscaya surga diperuntukkan bagimu.? [Jami? li Ahkam al-Quran].

asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan,

?????? ?? ????? ??????? ??? ?? ??????? ? ????? ?????? ??? ??????? ????????.
???????? ???? ??? ?????? -???? ?????? ???????- ????? ?? ?????? ????? ???????.
??????? ?? ?????? ?????? ??? ?? ?????? ?? ????? ??????? ???????? ??? ???? ??? ?????: {??? ?????? ???????? ???? ???? ??? ??????? ??? ???????? ?????? ???? ?????? ???? ?????? ??? ?????? ????? ??????}? ???? ???? ???? ??? ?? ?????? ??????? ????????? ?? ?? ??? ??????? ??? ???? ??? ???? ???? ??? ??????? ?????? ?????? ???? ?????? ??????? ???? ???? ??? ???

?Makna ayat yang mulia ini bukanlah memberikan alternatif pilihan, namun untuk memberikan ancaman dan peringatan. Ancaman yang terdapat dalam redaksi kalimat yang secara lahiriah memberikan pilihan adalah salah satu gaya bahasa dalam Bahasa Arab. Dalil yang menunjukkan bahwa kandungan ayat tersebut berupa ancaman dan peringatan adalah firman Allah selanjutnya (yang artinya), ?Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.? Hal ini merupakan dalil tegas bahwa maksud ayat tersebut adalah ancaman dan peringatan, karena jika benar yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah pemberian alternatif untuk bebas memilih antara keimanan dan kekufuran, niscaya tidak akan ada ancaman siksa yang pedih yang ditujukan kepada salah satu pihak dikarenakan pilihannya. Anda dapat melihat hal ini dengan jelas.? [Ahdwa al-Bayan].

Penyusun : Ustaz Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Makna dan Jenis Tauhid

0

Mungkin diantara kita tidak ada yang tidak pernah mendengar kata tauhid. Namun boleh jadi ketika ditanya tentang makna tauhid dan jenis-jenisnya tidak sedikit kaum muslimin yang kurang pas dalam memberikan jawabannya. Untuk itu, berikut kami sampaikan beberapa ungkapan para ulama seputar makna tauhid dan jenis-jenisnya secara ringkas.

Makna tauhid dalam Bahasa Arab dan menurut istilah agama

Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda yang berasal dari kata kerja) wahhada – yuwahhidu – tauhidan (وَحَّدَ – يُوَحَّدُ – تَوْحِيْدًا) yang berarti menjadikan sesuatu menjadi esa/ tunggal[1]. Tauhid ini tidaklah dikatakan sebagai tauhid sampai terdapat padanya peniadaan selainnya (secara mutlak -pen) dan penetapan hanya kepada yang diesakan/ ditunggalkan[2].

Sedangkan arti tauhid menurut istilah para ulama adalah mengesakan/ menunggalkan Allah Subhana wa Ta’ala dalam kekhususan-Nya baik dalam hal rububiyah, uluhiyah dan asma was shifat[3].

Jenis-jenis tauhid dan dalilnya

Para ulama berdasarkan penelitian yang mendalam terhadap dalil-dalil yang terdapat dalam Al Qur’an maupun hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam membagi tauhid ke dalam 3 jenis. Perlu dipahami, pembagian ini bukanlah sebuah hal yang baru, namun bertujuan untuk memudahkan ummat Islam dalam memahaminya. Sebagaiman para ulama membagi ilmu dalam agama Islam dengan bidang aqidah, fikih, tarikh/ sejarah, hadits, ushul fikih dan lain-lain.

Ketiga jenis tauhid tersebut adalah tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat.

Pertama: Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah adalah mengesakan/ menunggalkan Allah ‘Azza wa Jalla dalam hal penciptaan, kepemilikan dan pengaturan seluruh alam semesta beserta isinya[4]. Artinya satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta hanyalah Allah Subhana wa Ta’ala semata bukan selainnya. Defenisi lain yang lebih umum, bahwa tauhid rububiyah adalah mengesakan/ menunggalkan Allah Subhana wa Ta’ala dalam berbagai perbuatan-Nya. Sebab perbuatan Allah ‘Azza wa Jalla itu banyak sekali, semisal menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, mengatur, memberikan kemudhortan, mendatangkan manfaat, menyembuhkan, memberikan ganjaran dan lain-lain[5].

Dalil yang menunjukkan tauhid ini banyak sekali jumlahnya. Salah satunya adalah ayat yang setiap roka’at sholat kita baca. Firman Allah Ta’ala,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah Tuhan Alam Semesta.” (QS. Al Fatihah: 2)

Dalil lainnya adalah Firman Allah ‘Azza wa Jalla,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

“Wahai sekalian manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS. Al Fathir: 3)

Perlu diketahui bahwa tauhid ini bukan pemisah antara orang yang kafir dengan orang yang muslim. (silakan melihat artikel kami sebelumnya).

Kedua: Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah adalah mengesakan/ menunggalkan Allah ‘Azza wa Jalla dalam ibadah[6]. Artinya seluruh ibadah seorang hamba harus murni hanya ditujukan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala semata.

Syaikh Sholeh Alu Syaikh Hafizhahullah mengatakan, “Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah pada berbagai perbuatan (ibadah) seorang hamba, yang mana dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Jika ibadah ini diarahkan, ditujukan hanya kepada Dzat Yang Maha Esa yaitu Allah ‘Azza wa Jalla maka jadilah hamba tersebut telah mentauhidkan Allah dalam ibadahnya tersebut. Namun bila dia ibadahnya tersebut ditujukan kepada Allah dan selain-Nya maka jadilah dia telah melakukan kemusyrikan dalam ibadahnya tersebut”[7].

Dalil yang menunjukkan tauhid ini pun banyak sekali, diantaranya dalam surat Al Fatihah.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu kami beribadah/ menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 5)

Dalil lainnya adalah Firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amal (keta’atan) ibadah kepada-Nya.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Dalil lainnya,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ

“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq (benar disembah) dan sesungguhnya apa saja yang mereka ibadahi selain dari Allah itulah yang batil.” (QS. Luqman: 30)

Tauhid inilah yang menjadi titik bentrok antara Para Nabi dan orang-orang yang kafir.

Ketiga: Tauhid Asma’ wa Shifat

Tauhid asma wa shifat adalah menetapkan bagi Allah Subhana wa Ta’ala nama-nama dan shifat yang Dia tetapkan untuk-Nya demikian pula yang Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tetapkan. Tanpa adanya tahrif (merubah lafadz maupun maknanya/ takwil), ta’thil (menolak), takyif (membagaimanakan kaifiyahnya)dan tamtsil (menyerupakan semisal dengan yang ada pada makhluk)[8].

Syaikh Sholeh Alu Syaikh Hafizhahullah mengatakan, “Walaupun boleh jadi pada beberapa nama dan shifat, Allah dan makhluk-Nya ada kesamaan pada asal makna. Namun makna yang paling sempurna hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla semata tidak selain-Nya”[9]. Misalnya ada seseorang yang namanya Aziz dan dia memang mulia. Namun Al Aziz (Allah) adalah satu-satunya Dzat Pemilik Kemuliaan dan Maha Perkasa yang sempurna.

Dalil kaidah dan penetapan adanya tauhid ini adalah Firman Allah Tabaroka wa Ta’ala,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada satu pun yang semisal dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuroo: 11)

Tauhid inilah yang kerap menjadi pembeda mana ahlu sunnah dan mana yang bukan.

Allahu a’lam.

Referensi

  1. Lihat I’anatul Mustafid oleh Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan hal. 24/I terbitan Dar ‘Ashimah, Riyadh, KSA.
  2. Lihat Syarh Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 98 terbitan Daruts Tsuraya, Riyadh, KSA
  3. Lihat Al Qoulul Mufid oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 8/I terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
  4. Lihat Al Qoulul Mufid hal. 9/I.
  5. Lihat At Tamhid li Syarh Kitab Tauhid oleh Syaikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hal. 24 terbitan Dar Imam Bukhori, Dhoha, Qatar.
  6. Lihat I’anatul Mustafid hal. 25/I
  7. Lihat At Tamhid hal. 25.
  8. Lihat I’anatul Mustafid hal. 28/I
  9. Lihat At Tamhid hal. 25.

Sigambal menjelang Zhuhur, 6 Muharrom 1440 H/ 16 September 2018

Penyusun : Aditya Budiman bin Usman
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Cukupkah Seorang Muslim Mengakui Allah adalah Tuhanku?

1

Seorang muslim yang beriman kepada Allah pasti mengakui bahwasanya Allah adalah Tuhannya, Allah adalah Sang Pencipta satu-satunya. Semua muslim pasti memiliki keyakinan seperti ini. Namun sayangnya, ini bukanlah hal yang membedakan seorang muslim dengan seorang musyrik kafir. Ya, karena sesungguhnya kaum musyrikin yang didakwahi oleh Nabi juga mengakui hal ini.

Allah berfirman,

مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati (menghidupkan) dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (mematikan), dan siapa yang mengatur segala urusan? ‘Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab:’Allah’. Maka katakanlah:’Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)” (QS. Yunus: 31)

Pada ayat ini Allah memberitahukan kepada kita, bahwasanya kaum musyrikin juga mengimani Allah adalah Tuhan Sang Pencipta. Akan tetapi mengapa Nabi tetap mendakwahi mereka? Memerangi mereka?

Allah berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (QS. Yunus : 18)

Ya, tidaklah cukup seseorang mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya akan tetapi ia tidak beribadah kepada-Nya, atau ia mengakui Allah adalah Penciptanya namun ia beribadah kepada Allah, di samping itu ia juga beribadah kepada selain-Nya. Bahkan inilah hakikat kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy. Kesyirikan merupakan penyimpangan dari tujuan hidup seorang manusia. Allah telah menjelaskan kepada kita bahwasanya tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)

Seluruh ibadah kita harus ditujukan kepada Allah semata, sebagaimana Firman-Nya yang senantiasa kita ulang-ulang minimal 17 kali dalam sehari di sholat kita,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5)

Dan juga sebagaimana Firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين

“Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162)

Sayang beribu sayang, banyak umat Islam sekarang yang tidak memahami hal ini. Mereka mengira sudah berislam dengan benar ketika mereka sudah sholat, puasa, zakat, haji. Namun bersamaan dengan itu mereka juga melakukan berbagai macam praktek kesyirikan. Entah itu berdoa kepada para wali, bernadzar ke para wali, menyembelih untuk jin, pergi ke dukun dan lainnya. Padahal Allah berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar : 65)

Lihatlah ayat ini, begitu besarnya dosa kesyirikan sampai-sampai Allah mengancam akan menghapuskan pahala ibadah Para Nabi seandainya mereka melakukan kesyirikan, padahal Para Nabi adalah manusia yang paling bersih dari kesyirikan. Bagaimana dengan selain mereka?

Ketahuilah, sebanyak apapun ibadah seseorang apabila ibadah tersebut tercampuri dengan praktek kesyirikan, maka segala pahala ibadah tersebut akan terhapuskan, musnah sia-sia. Sungguh ini merupakan suatu hal yang sangat merugikan, bersusah payah beramal sholeh, namun ternyata semua terhapuskan gara-gara kesyirikan.

Yang lebih mengerikan lagi, orang yang berbuat syirik tidak hanya terhapuskan amalannya, namun Allah juga tidak akan mengampuni dosa kesyirikan tersebut apabila seseorang tidak bertaubat dari dosa kesyirikan ini.

Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa : 48)

Oleh karenanya, penting bagi kita untuk belajar tentang tauhid untuk diamalkan dan mengetahui tentang kesyirikan untuk kita hindari agar jangan sampai segala ibadah yang telah kita lakukan ini menjadi sia-sia.

Wallahu A’lam Bishshowwab.

Penyusun : Ustaz Boris Tanesia
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Dengan Apa Kita Memulai Dakwah?

0

Miris hati kita melihat kondisi umat Islam sekarang ini, kita betul-betul dalam kondisi lemah. Musuh-musuh islam baik dari dalam maupun luar tak henti-hentinya merongrong umat Islam. Keadaan umat Islam ini persis sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya,

يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها ” ، فقال قائل : ومن قلة نحن يومئذ ؟ قال : ” بل أنتم يومئذ كثير ، ولكنكم غثاء كغثاء السيل ، ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن في قلوبكم الوهن ” ، فقال قائل : يا رسول الله وما الوهن ؟ قال : ” حب الدنيا ، وكراهية الموت ”

“Hampir-hampir para umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya.” Lalu bertanya seseorang, “Apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan ke dalam hati-hati kalian wahn (kelemahan).” Maka seseorang bertanya, “Wahai Rasulullaah, apakah wahn itu?”. Kata beliau, “Cinta dunia dan takut mati.

HR Abu Dawud, no. 4297; Ahmad (5/278); Abu Nu’aim di dalam Hilyatul-Auliya’ (1/182). Hadits shahih lighairihi.

Ya, Nabi mengabarkan bahwa di akhir zaman ini jumlah umat Islam akan sangat banyak, akan tetapi sayangnya kualitas dari umat ini amat sangat rendah, sampai-sampai musuh-musuh Islam pun tak takut lagi kepada umat Islam. Rasa takut ini telah dicabut oleh Allah dari hati musuh-musuh Islam dikarenakan kesalahan umat Islam. Kesalahan yang Nabi juga telah sebutkan pada hadits di atas, yakni banyaknya umat Islam yang cinta kepada dunia dan takut mati. Dalam hadits lain, beliau Shollallahu alaihi wasallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian telah berjual-beli ‘inah (semacam riba), kalian memegangi ekor-ekor sapi, kamu puas dengan tanaman, dan kamu meninggalkan jihad, (maka) Allah pasti akan menimpakan kehinaan kepada kalian, Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu, sehingga kalian kembali menuju agama kalian”.

(HR Abu Dawud, no. 3462; Al-Baihaqi (5/316); ad-Daulabi di dalam Al-Kuna (2/65); Ahmad, no. 4825; dan lain-lain. Hadits ini memiliki banyak jalan, sehingga dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam ash-Shahihah, no. 11)

Jauh dari agama, banyak bergelimang dalam dosa dan kemaksiatan menyebabkan umat Islam akan tertimpa kehinaan. Nabi juga telah menyebutkan bahwa umat Islam tidak akan kembali jaya, mereka akan tetap hina selama mereka tidak kembali ke agama mereka.

Timbul pertanyaan di dalam diri kita, apa yang harus kita mulai demi mengembalikan kejayaan umat Islam? Dakwah dalam hal apa yang harus kita prioritaskan agar umat ini tidak terus dalam kehinaan?

Allah berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ 

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl : 36)

Pada ayat di atas, Allah mengabarkan kepada kita bahwasanya dakwah Para Nabi dan Rasul yang paling utama adalah dakwah dalam perkara Akidah, dalam hal tauhid. Inilah yang merupakan inti dari dakwah para Nabi dan Rasul. Perkara Akidah merupakan perkara yang paling krusial untuk didakwahkan kepada umat Islam saat ini, karena saat ini banyak umat Islam yang telah jauh menyimpang dari dasar Akidah mereka.

Oleh karena sebab Akidahlah sehingga selama 13 tahun Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wasallam mendakwahkan perkara ini kepada Para Sahabat. Hasilnya? Lahirlah generasi-generasi yang kuat keimanannya, yang tidak mudah menjual akidahnya hanya demi secuil dunia, generasi yang hanya menggantungkan diri kepada Allah, beribadah kepada Allah semata, generasi yang rendah hati karena mereka paham segala keberhasilan dalam perkara dunia maupun akhirat merupakan karunia dari Allah semata.

Perkara tauhid merupakan perkara dakwah yang sayangnya banyak dihindari oleh para ustadz di masyarakat. Sebagian mereka lebih mengutamakan masalah akhlak terhadap sesama manusia, namun apalah artinya akhlak baik kepada sesama sementara akhlaknya buruk terhadap Sang Pencipta ( yakni dengan berbuat kesyirikan -) ?

Sebagian lagi mendakwahkan masalah kekuasaan, pokoknya kita harus berkuasa terlebih dahulu baru dakwah dalam hal akidah, menegakkan syariat Islam akan lebih mudah kita laksanakan, pikir mereka. Namun kenyataannya, betapa banyak orang yang mengedepankan masalah ini tetapi mereka tidak mampu mewujudkan syariat Islam ketika mereka berkuasa? Ya, mereka terpaksa berkompromi dengan masyarakat yang belum siap terhadap syariat Islam. Masyarakat yang tidak memiliki akidah tauhid yang benar tidak akan siap, dan tidak akan pernah siap untuk melaksanakan syariat Islam.

Berkaitan dengan masalah kekuasaan ini, Nabi dulu pernah ditawarkan kekuasaan ketika berdakwah, sebagaimana disebutkan dalam hadits, kaum Quraisy pernah mendatangi Nabi, dan di antara perkataan mereka adalah

وَإِنْ كُنْت تُرِيدُ بِهِ مُلْكًا مَلّكْنَاك عَلَيْنَا

“Jika yang Engkau inginkan adalah menjadi Raja, maka akan kami angkat Engkau menjadi Raja atas kami.”

Namun, apa yang dilakukan oleh Nabi? Apakah beliau berpikiran, “Lebih baik saya terima dulu kekuasaan ini, akan lebih mudah saya berdakwah jika saya telah berkuasa”? tidak, akan tetapi beliau menjawab,

مَا بِي مَا تَقُولُونَ مَا جِئْتُ بِمَا جِئْتُكُمْ بِهِ أَطْلُبُ أَمْوَالَكُمْ وَلَا الشّرَفَ فِيكُمْ وَلَا الْمُلْكَ عَلَيْكُمْ وَلَكِنّ اللّهَ بَعَثَنِي إلَيْكُمْ رَسُولًا ، وَأَنْزَلَ عَلَيّ كِتَابًا ، وَأَمَرَنِي أَنْ أَكُونَ لَكُمْ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ، فَبَلّغْتُكُمْ رِسَالَاتِ رَبّي ، وَنَصَحْتُ لَكُمْ فَإِنْ تَقْبَلُوا مِنّي مَا جِئْتُكُمْ بِهِ فَهُوَ حَظّكُمْ فِي الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَإِنّ تَرُدّوهُ عَلَيّ أَصْبِرْ لِأَمْرِ اللّهِ حَتّى يَحْكُمَ اللّهُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ

“Aku tidak menginginkan tawaran kalian. Aku tidaklah datang dengan membawa misi-misi itu. Aku tidak meminta harta-harta kalian, tidak pula kemuliaan di tengah-tengah kalian, dan tidak pula meminta tahta kerajaan atas kalian. Akan tetapi, Allah mengutusku kepada kalian sebagai seorang Rasul, menurunkan kepadaku sebuah kitab, dan memerintahkanku untuk memberikan kabar gembira dan peringatan kepada kalian. Aku telah menyampaikan risalah Rabb-ku kepada kalian dan telah menasihati kalian. Jika kalian menerima apa yang aku bawa, maka itulah keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian menolaknya, maka kewajibanku adalah bersabar atas urusan Allah tersebut sampai Allah memutuskan (perkara) antara aku dengan kalian.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam di dalam As-Sirah, 1/295 dari Ibnu Ishaq.

Ya, kekuasaan bukanlah tujuan utama dalam dakwah, Allah akan menganugerahkan kekuasaan kepada umat Islam jika akidah masyarakat sudah benar. Inilah yang terjadi di kota Madinah, negeri Islam yang pertama.

Di antara bukti lain bahwasanya perkara Aqidah, perkara tauhid merupakan perkara yang paling utama dan pertama dalam berdakwah adalah perkataan Nabi kepada Sahabat Muadz bin Jabal rodhiyallahu anhu ketika beliau mengutusnya untuk mendakwahi ahlul kitab.

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ– وَفِيْ رِوَايَةٍ – : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.

Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa anna Muhammadar Rasûlullâh -dalam riwayat lain disebutkan, ‘Sampai mereka mentauhidkan Allâh.’- Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil) dari harta terbaik mereka, dan lindungilah dirimu dari do’a orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak satu penghalang pun antara do’anya dan Allâh.” (HR. Bukhari – Muslim)

Lihatlah bagaimana Nabi memerintahkan Muadz untuk memprioritaskan dakwah tauhid terlebih dahulu. Nabi paham bahwasanya jika seseorang sudah menerima tauhid dengan benar, akan lebih mudah baginya untuk melaksanakan syariat Islam lainnya yang merupakan konsekuensi dari pengamalan tauhid ini.

Oleh karena itulah, hendaknya yang menjadi prioritas utama dalam dakwah kita adalah perihal perbaikan aqidah dalam berbagai aspeknya. Dakwah dalam hal lain memang penting dan perlu, namun jangan lupa untuk senantiasa menyisipkan permasalahan tauhid dalam isi dakwah kita.

Penyusun : Ustaz Boris Tanesia
Artikel : IndonesiaBertauhid.Com

Hukum Mengucapkan Kata Seandainya

0

Beberapa waktu yang lalu teman kantor kami menanyakan seputar hukum mengucapkan kata ‘seandainya’. Pada saat itu, kami menjelaskan hukumnya secara ringkas dan berikut ini kami berusaha berbagi faidah dengan sedikit memberikan tambahan yang disusun dalam beberapa poin. Semoga bermanfaat.

Pertama

Dalam Shahih Muslim terdapat hadits Abu Hurairah yang mengandung larangan penggunaan kata “seandainya”, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, “Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu”. Tetapi katakanlah, “Qadarullah wa ma sya-a fa’al* (hal ini telah ditakdirkan Allâh dan Allâh berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya). Karena ucapan “seandainya” akan membuka pintu perbuatan syaitan”. [HR. Muslim].

Kedua

Berkebalikan dengan hal di atas, penggunaan kata “seandainya” justru terdapat dalam al-Quran dan juga beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman,

لَوْ كَانَ فِيْهِمَا اٰلِهَةٌ إِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa” [al-Anbiya: 22].

Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,

لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا سُقْتُ الْهَدْيَ وَلَحَلَلْتُ مَعَ النَّاسِ حِينَ حَلُّوا

“Seandainya aku bisa mengulang kembali apa yg telah lewat, niscaya tak kutuntun binatang korban ini dan aku bertahallul bersama orang-orang ketika mereka bertahallul”. [HR. al-Bukhari].

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan dalam sebuah sabdanya perihal ucapan seorang yang berandai-andai memiliki harta agar bisa berinfak. Orang tersebut mengatakan,

لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ ، فَهُوَ بِنِـيَّـتِـهِ فَأَجْرُهُـمَـا سَوَاءٌ

“Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan Si Fulan”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Maka dengan niatnya itu pahala keduanya sama”. [Shahih. HR. Ahmad; at-Tirmidzi; Ibnu Majah].

Ketiga

Bahkan imam al-Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab at-Tamanniy dalam Shahih-nya yang berjudul “Penggunaan kata ‘Lau’ yang Diperbolehkan”.

Beliau pun kemudian memaparkan sejumlah hadits, di antaranya:

  • Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

لَوْ تَأَخَّرَ اَلْهِلَالُ لَزِدْتُكُمْ

“Seandainya hilal itu tertunda, niscaya aku akan menyuruh kalian meneruskan puasa wishal kalian itu”. [HR. al-Bukhari].

  • Hadits Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu,

لولا الهجرة لكنت امرءاً من الأنصار ولو سلك الناس وادياً أو شعباً لسلكت وادي الأنصار وشعبها

“Seandainya bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari kaum Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah (dan orang-orang Anshar melewati lembah lain), pastilah aku akan ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar” [HR. al-Bukhari].

Keempat

Oleh karena itu, dari berbagai dalil di atas, ulama tidak menyimpulkan bahwa penggunaan kata “seandainya” terlarang secara mutlak.

Ibnu Hajar rahimahullah memberikan komentar terhadap judul bab yang dibuat oleh imam al-Bukhari rahimahullah dengan mengatakan,

فيه إشارة إلى أنها في الأصل لا تجوز إلا ما استثني

“Hal ini mengisyaratkan bahwa hukum asal penggunaan kata ‘seandainya’ tidak diperbolehkan selain yang dikecualikan” [Fath al-Baari 13/227].

Sejalan dengan imam Ibnu Hajar, setelah memaparkan hadits Abu Hurairah yang berisi larangan, imam al-Qurthubi rahimahumallah mengatakan,

ولا يُفهم من هذا أنه لا يجوز النطق بـ (لو) مطلقاً، إذ قد نطق بها النبي صلى الله عليه وسلم

“Jangan dipahami dari hadits ini bahwa sama sekali tidak boleh menggunakan kata ‘seandainya’, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengucapkan kata ‘seandainya” [al-Mufhim 6/683].

Kelima

Ulama berusaha memberikan perincian dalam pembahasan ini, yaitu dengan mengompromikan dalil-dalil yang melarang dan membolehkan.

Kesimpulan mereka adalah semua bergantung pada motif yang mendasari penggunaan kata ‘seandainya’, sehingga:

  • Jika motif ucapan adalah keluhan, ungkapan kesedihan, mempermasalahkan takdir dan syari’at yang ditetapkan Allah atau angan-angan untuk melakukan keburukan, maka hal ini tercela dan terlarang. Larangan yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah di atas berlaku pada kondisi ini.
  • Jika motif ucapan adalah ungkapan untuk melakukan suatu kebaikan, membimbing dan mengarahkan, atau menyarankan dan menjelaskan apa yang semestinya dilakukan, maka penggunaan kata ‘seandainya’ diperbolehkan dan bisa menjadi sesuatu yang terpuji. Seluruh penggunaan kata ‘seandainya’ yang terdapat dalam dalil, baik al-Quran dan hadits, diberlakukan untuk kondisi ini [Lihat Majmu al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah dan Majmu’ fatawa wa Rasaa-il karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahumallah].

Demikian yang dapat disampaikan. Semoga bermanfaat.

Penulis : Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.

Artikel : IndonesiaBertauhid.Com