Tauhid Adalah Hak Allah Terbesar

0

Dari shahabat yang mulia Mu’adz bin Jabal radhiyallah ‘anhu ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya :

( يا معاذ ، أتدري ما حق الله على العباد وما حق العباد على الله ؟ ) قلت : الله ورسوله أعلم ؟ قال : ( حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا )

“Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan hak hamba-hamba-Nya atas Allah?” Mu’adz menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Tiga Syarat Terwujudnya Tauhid

0

Tauhid benar-benar akan terwujud dengan sempurna pada diri seseorang apabila di dalam dirinya terkumpul tiga perkara, yaitu:

1. Ilmu

Karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.” (al-Qur’an, surat Muhammad, 47: 19)

2. Keyakinan (i’tiqaad)

Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayatNya,

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“(Mereka berkata) Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja? Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan!” (al-Qur’an, surat Shad, 38: 5)

3. Ketundukan (inqiyaad)

Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid.

(Lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, jilid 1 hlm. 55.)

Semoga Allah memahamkan kita tentang tauhid dan meneguhkan kita di atasnya hingga kematian tiba.

Mewujudkan Tauhid dengan Sempurna

0

Syaikh ‘Abdur-Rahman ibn Hasan rahimahullah menjelaskan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan kemaksiatan.

(Lihat Ibthaalut-Tandiid hlm. 28.)

Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus:

– Meninggalkan kesyirikan dalam semua macamnya: syirik akbar (syirik besar), syirik ashghar (syirik kecil), dan syirik khafiy (syirik yang tersembunyi).

– Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah.

– Meninggalkan seluruh bentuk kemaksiatan.

(at-Tamhiid, hlm. 33.)

Hanya Mengakui Tauhid Rububiyyah Saja?

0

Syaikh Abdul ‘Aziz ibn Baz rahimahullah mengatakan,

“Dan tauhid jenis ini (yaitu tauhid rububiyyah) telah diakui oleh orang-orang musyrik penyembah berhala. Meskipun kebanyakan dari mereka juga menentang adanya hari kebangkitan dan dikumpulkannya manusia (kelak di hari kiamat). Dan pengakuan ini belumlah memasukkan mereka ke dalam agama Islam karena kesyirikan mereka (dalam beribadah kepadaNya) dengan menyembah arca dan berhala (di samping menyembah Allah) dan juga karena mereka tidak mau beriman terhadap Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

(Lihat Syarh ‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hlm. 18-19, cet. Darul-‘Aqidah.)

Mengakui Tauhid Rububiyyah Saja Belum Cukup

0

Syaikhul-Islam mengatakan,

“Tidaklah setiap orang yang meyakini bahwa Allah adalah Rabb dan pencipta segala sesuatu secara otomatis layak menyandang gelar sebagai hamba (penyembah) Allah. Kenapa demikian? Beliau menjelaskan buktinya: Karena sesungguhnya kaum musyrikin Arab telah mengakui bahwa Allah semata sebagai pencipta segala sesuatu. Meskipun demikian, mereka tetap dianggap sebagai orang-orang musyrik.”

(Lihat Fathul-Majid, hlm. 16.)

Amal itu Tidak Bernilai Jika Tanpa Tauhid

0

Sebesar apapun amal keta’atan yang dilakukan oleh seorang hamba -atau sebuah masyarakat- akan tetapi jika tidak dilandasi tauhid dan keimanan yang benar maka itu tidak ada nilai dan harganya. Ia akan lenyap begitu saja, terbuang sia-sia bersama dengan keringat yang mereka kucurkan, bersama dengan waktu yang mereka habiskan, bersama dengan tetesan darah yang mereka tumpahkan. Sia-sia tanpa makna!

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِين

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; jika kamu berbuat syirik maka lenyaplah seluruh amalmu dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (al-Qur’an, surat az-Zumar, 39: 65)

Tauhid adalah Penentu Diterima atau Tidaknya Amal Manusia

0

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal shalih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Qur’an, surat al-Kahfi, 18: 110)

Tauhid adalah Pondasi Kehidupan

0

Ibarat sebuah bangunan, maka tauhid adalah pondasi dan pilar-pilar penegak kehidupan. Tanpa tauhid tidak akan tegak bangunan kehidupan. Dan tanpa tauhid tidak akan tegak masyarakat Islam.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat Laa Ilaaha Illallaah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memberikan Peringatan terhadap Syirik adalah Perkara Pertama dalam Dakwah Nabi dan Rasul

0

Syaikh Khalid bin Abdurrahman Asy-Syayi’ hafizhahullah berkata,

“Perkara yang pertama kali diperintahkan kepada (Nabi) al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu untuk memberikan peringatan dari syirik. Padahal, kaum musyrikin kala itu juga berlumuran dengan perbuatan zina, meminum khamr, kezhaliman dan berbagai bentuk pelanggaran. Meskipun demikian, beliau memulai dakwahnya dengan ajakan kepada tauhid dan peringatan dari syirik. Beliau terus melakukan hal itu selama 13 tahun. Sampai-sampai sholat yang sedemikian agung pun tidak diwajibkan kecuali setelah 10 tahun beliau diutus. Hal ini menjelaskan tentang urgensi tauhid dan kewajiban memberikan perhatian besar terhadapnya. Ia merupakan perkara terpenting dan paling utama yang diperhatikan oleh seluruh para nabi dan rasul…”

(Lihat ta’liq beliau dalam Mukhtashar Shirathi an-Nabi wa Shirathi Ash-habihi al-’Asyrati karya Imam Abdul Ghani al-Maqdisi, hal. 59-60.)

Perintah untuk Bertauhid dan Menjauhi Kesyirikan adalah Ajaran Semua Nabi dan Rasul

0

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan kami wahyukan kepada mereka bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (al-Qur’an, al-Anbiya’, 21: 25)

Imam Ibn Katsir rahimahullah mengatakan, “Maka setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah (yang benar) selain Allah, akan tetapi kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya. Maka setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Bahkan fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik sama sekali tidak memiliki hujjah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujjah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dariNya.”

(Lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/337-338] cet. Dar Thaibah.)