Kiat Sukses Menuntut Ilmu Agama
Kadar ilmu yang diperoleh seseorang sejatinya berbanding lurus dengan kadar penghargaan dan pengagungan terhadap ilmu dalam hatinya. Siapa yang hatinya dipenuhi dengan kecintaan dan penghormatan terhadap ilmu, maka hatinya layak menjadi wadah ilmu. Sebaliknya, jika hati itu kering dari rasa hormat terhadap ilmu, maka semakin sedikit pula ilmu yang mampu ia raih, hingga akhirnya hati tersebut benar-benar kosong dari cahaya ilmu.
Pembahasan mengenai kiat sukses menuntut ilmu beserta adab-adabnya merupakan tema yang sangat luas. Namun, dalam tulisan ini akan kami ringkaskan beberapa prinsip penting dari kitab Khulashah Ta’dzhimil ‘Ilmi karya Syaikh Shalih bin ‘Abdillah Al-‘Ushaimi hafizhahullah, agar menjadi bekal bermanfaat bagi siapa saja yang menempuh jalan ilmu.
- Mengikhlaskan Niat dalam Menuntut Ilmu
Keikhlasan adalah pondasi utama diterimanya amal dan tangga menuju keberkahan. Dalam hal menuntut ilmu, niat yang ikhlas menjadi kunci keberhasilan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam keadaan hanif.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Seseorang hanya akan mendapatkan ilmu sebanding dengan kadar keikhlasan yang ia miliki. Niat yang benar dalam menuntut ilmu dibangun di atas empat pondasi utama:
- Mengangkat kebodohan dari diri sendiri, dengan mempelajari kewajiban dan memahami makna perintah dan larangan Allah.
- Mengangkat kebodohan dari orang lain, dengan cara mengajarkan dan membimbing mereka menuju kebaikan dunia dan akhirat.
- Menghidupkan dan menjaga ilmu, agar tidak hilang dan tetap lestari sepanjang masa.
- Mengamalkan ilmu, sebagai bentuk nyata dari kebermanfaatan ilmu tersebut.
- Menyucikan Hati
Hati adalah wadah ilmu. Ilmu hanya akan masuk dan menetap pada hati yang bersih dari kotoran dan penyakit. Semakin suci hati seseorang, semakin besar peluang ilmu untuk menetap di dalamnya. Oleh karena itu, siapa yang ingin meraih pemahaman yang dalam, hendaknya menghiasi jiwanya dengan kesucian dan membersihkannya dari segala bentuk noda.
Kesucian hati terbentuk dari dua sisi utama:
- Bersih dari syubhat, yaitu kekeliruan dalam memahami kebenaran.
- Bersih dari syahwat, yaitu dorongan hawa nafsu yang menjerumuskan kepada maksiat.
Ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak akan tinggal di hati yang keruh. Maka, siapa yang menjaga kebeningan hatinya, insyaAllah ia akan dimudahkan dalam memahami dan menyerap ilmu.
- Bersemangat dalam Menuntut Ilmu
Semangat dalam menuntut ilmu akan tumbuh ketika seseorang menyadari betapa berharganya ilmu tersebut bagi kehidupannya di dunia dan akhirat. Tekad itu akan muncul dengan memperhatikan tiga perkara:
- Keinginan kuat untuk meraih hal yang bermanfaat.
- Mengandalkan pertolongan Allah dalam mencarinya.
- Tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan.
Tiga prinsip ini telah dirangkum oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Bersemangatlah meraih hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan mudah menyerah.” (HR. Muslim)
Al-Junaid rahimahullah berkata:
ما طلب أحد شيئا بجد وصدق إلا ناله، فإن لم ينله كله نال بعضه
“Tidak ada seorang pun yang bersungguh-sungguh dalam mencari sesuatu dengan jujur dan tekun kecuali ia akan mendapatkannya. Jika tidak seluruhnya, maka sebagian besarnya.”
Di antara cara untuk menguatkan tekad dalam menuntut ilmu adalah dengan mempelajari kisah-kisah perjuangan para ulama. Contohnya adalah kisah semangat Imam Al-Khatib Al-Baghdadi, yang pernah membacakan seluruh Shahih Bukhari kepada gurunya, Isma’il Al-Hiry, dalam tiga majelis berturut-turut: dua malam dari maghrib hingga subuh, dan satu hari penuh dari dhuha hingga subuh keesokan harinya.
- Bersabar dalam Proses Belajar
Ilmu tidak akan diraih dengan kemalasan dan kenyamanan. Belajar adalah jalan panjang yang penuh ujian. Kesabaran adalah syarat mutlak untuk bisa melewati perjalanan itu.
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata:
لا يستطاع العلم براحة الجسم
“Ilmu tidak dapat diperoleh dengan tubuh yang bersantai.”
Seorang penuntut ilmu harus bersabar dalam menghafal, bersabar saat mencatat dan mengulang pelajaran, serta bersabar menempuh jarak jauh menuju majelis ilmu. Sabar inilah yang membedakan mereka yang berhasil dan mereka yang tertinggal.
- Menjaga Adab terhadap Ilmu dan Ulama
Ilmu tidak akan menetap di hati orang yang tidak memiliki adab. Adab adalah jembatan antara ilmu dan pemahaman. Penuntut ilmu wajib menjaga adab, baik saat sendiri, saat belajar, bersama teman, maupun ketika duduk di hadapan gurunya.
Yusuf bin Al-Husain rahimahullah berkata:
بالأدب تفهم العلم
“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu.”
Orang yang menjaga adab akan dipandang layak untuk menerima ilmu. Sebaliknya, orang yang abai terhadap adab seringkali justru membuat gurunya enggan berbagi ilmu. Dulu para salaf sangat menekankan pentingnya adab dalam proses belajar. Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:
كانوا يتعلمون الهدي كما يتعلمون العلم
“Mereka (para salaf) mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”
- Memilih Teman yang Shalih dalam Menuntut Ilmu
Sahabat yang baik adalah penopang dalam menuntut ilmu. Teman bisa memberi semangat, menjaga konsistensi, dan menghindarkan dari kemalasan. Karena itu, memilih teman yang shalih adalah bagian dari kesuksesan menuntut ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan berada di atas agama sahabat dekatnya. Maka perhatikanlah dengan siapa kalian berteman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Lingkungan yang baik akan membentuk karakter yang baik. Maka, bertemanlah dengan mereka yang memiliki semangat menuntut ilmu, berakhlak mulia, dan menjauhi hal-hal yang sia-sia.
Penutup
Memahami ilmu adalah anugerah besar yang Allah berikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh mencarinya dengan niat tulus, hati yang bersih, adab yang mulia, dan semangat pantang menyerah. Ilmu bukan sekadar kumpulan informasi, melainkan cahaya yang menuntun jalan hidup. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, hati yang bersih untuk menerima ilmu, dan taufik untuk mengamalkannya dengan istiqamah hingga akhir hayat.
Referensi: Kitab Khulashah Ta’dzhimil ‘Ilmi karya Syaikh Shalih bin ‘Abdillah Al-‘Ushaimi hafizhahullah
Ditulis oleh: Zulfahmi Djalaluddin, S.Si (Alumnus Ma’had Al-‘Ilmi, Yogyakarta)