Nilai-Nilai Tauhid dalam Kisah Ibrahim dan Ismail

Nilai-Nilai Tauhid dalam Kisah Ibrahim dan Ismail

Bulan Zulhijjah adalah salah satu bulan yang termasuk dalam bulan-bulan haram, yaitu bulan-bulan yang memiliki keutamaan khusus di sisi Allah ﷻ. Pada bulan ini, setiap amal ibadah yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya. Salah satu ibadah utama yang dilaksanakan pada bulan Zulhijjah adalah berkurban. Ibadah kurban di bulan ini merupakan syariat Islam yang sangat dianjurkan, bahkan Rasulullah ﷺ sangat menegaskan himbauan kepada umatnya tentang berkurban, beliau ﷺ bersabda,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya: “Barang siapa yang memiliki keluasan (untuk berkurban) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat-tempat salat kita” (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 3123, dishahihkan Syaikh al-Albani)

Syariat berkurban mengingatkan kita pada kisah inspiratif Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam, yang mendahulukan perintah Allah di atas segala yang mereka cintai. Kisah ini, yang terabadikan dalam Surah Ash-Shafat: 102-112, menggambarkan pengorbanan keduanya dalam memenuhi perintah Allah ﷻ. Allah berfirman,

  فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَن يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ (112)

Artinya: “Maka ketika (Ismail) sudah sampai waktu baligh, Ibrahim berkata kepadanya, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi (diperintahkan untuk) menyembelihmu, maka bagaimana menurutmu” Ia menjawab, “Wahai ayahku lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, maka kamu akan menemukanku, jika Allah mengizinkan, termasuk orang-orang yang bersabar”. Ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, kami memanggilnya, “Wahai Ibrahim, kami telah membenarkan (melakukan) mimpi (yang merupakan perintah), Kami pun akan membalas kebaikan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini adalah cobaan yang nyata”. Kemudian Kami gantikan Ismail dengan sembelihan yang besar. Kami jadikan (cerita)-nya abadi untuk orang-orang yang lain. Keselamatan bagi Ibrahim. Begitulah Kami balas orang-orang yang berlaku kebaikan. Sesungguhnya dia termasuk dari hamba-hamba kami yang beriman. Lalu, kami berikan ia kabar baik (dengan anak yang bernama) Ishaq yang merupakan Nabi dari orang-orang yang saleh). (QS. As-Shaffat: 102-112)

Kisah dalam ayat-ayat pada surat ini menggambarkan ujian besar yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimassalam, di mana Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sebagai bentuk ketaatan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Dari kisah ini, terdapat berbagai nilai mulia yang bisa kita pelajari, salah satunya adalah nilai-nilai tauhid yang sangat dalam. Adapun nilai tauhid yang terkandung dalam kisah ini adalah sebagai berikut:

  1. Keimanan Ibrahim dan Ismail kepada Allah

Pelajaran pertama yang bisa di ambil pada kisah ini terdapat nilai keimanan mereka kepada Allah ﷻ sudah berada pada tingkatan tertinggi. Dalam Tafsir at-Thabari dijelaskan bawah ayat-ayat ini merupakan bentuk keimanan mereka kepada Allah.

 

Syekh Abdullah bin Shalih al-Qushayyir rahimahullah mengatakan,

فمعنى الإيمان شرعًا – وهو ما دلَّ عليه الكتاب والسُّنَّة وإجماع السلف الصالح من الأمَّة – أنَّه: قولٌ باللسان، واعتقادٌ وعمل بالجَنان – أي: القلب – وعملٌ بالجوارح، يزيدُ بالطاعة وينقُص بالعِصيان

Artinya : Makna iman secara syar` (yang ditunjukkan oleh Kitab, sunah, dan ijmak salaf) adalah berkata dengan lisan, meyakini dengan hati, beramal dengan perbuatan, dan meningkat dengan ketaatan serta berkurang dengan kemaksiatan”.

 

Maka, tindakan patuhnya Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimassalam merupakan bentuk dari keimanan kepada Allah. Walaupun pengorbanannya adalah hal-hal yang berharga bagi mereka. Nabi Ibrahim mematuhi perintah Allah yang ia dapatkan dari Allah, Allah berfirman,

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: “Ibrahim berkata, “Wahai anakku aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.”” (QS. Ash-Shaffat; 107)

 

Dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan ayat ini bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan Rasulullah ﷺ bersabda,

رؤيا الأنبياء في المنام وحي (رواه ابن أبي حاتم وذكره الترمذي في مناقب عمر بن الخطاب تعليقًا)

Artinya: “Mimpi para Nabi adalah wahyu” (HR Ibnu Abi Haatim dan disebutkan oleh at-Tirmidzi sebagai ta`liq Manaaqib Umar bin al-Khattaab )

 

Nabi Ismail juga mematuhi perintah Allah karena ia mengetahui mimpi yang diberikan kepada bapaknya merupakan perintah dari Allah, maka ia mematuhinya. Allah berfirman,

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ

Artinya: “Wahai ayahku lakukanlah apa yang Allah perintahkan.” (QS. Ash-Shaffat; 107)

 

  1. Pengorbanan tanpa batas untuk menaati perintah Allah

Nabi Ibrahim hendak mengorbankan anaknya yang selama ini ia nanti-nanti, bertahun-tahun lamanya Sarah (istri pertama) tidak juga melahirkan, ia pun menikahi Hajar (Istri kedua) dan ia meminta keturunan kepada Allah, Allah berfirman,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya: “Ya-Allah berilah aku keturunan orang-orang saleh” (QS. Ash-Shaffat: 100)

Setelah Allah berikan ia seorang anak (Ismail), Allah perintahkan ia untuk menyembelih anaknya, dan ia hendak melakukannya.

Begitu juga Ismail hendak mengorbankan nyawanya untuk Allah, bukan hanya patuh tetapi ia terima dengan lapang dada (bersabar). Allah berfirman,

سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “(Ismail berkata:) “Maka engkau akan menemuiku dalam keadaan bersabar (berlapang dada)”” (Ash-Shaffat: 102)

 

  1. Bersabar karena Allah

Bersabar bukan hanya ada pada musibah yang menimpa kita, namun kesabaran juga berlaku dalam berbuat ketaatan. Syekh al-Utsaimin dalam kitabnya Tafsirul Qur`an, menjelaskan bahwa para ulama menyebutkan kesabaran terbagi 3: sabar dalam ketaatan, sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, dan bersabar atas takdir Allah. Ketika Nabi Ibrahim bertanya kepada anaknya tentang tanggapannya terhadap perintah Allah kepada Ibrahim, beliau menjawab bahwa dia akan bersabar atas perintah Allah.

 

Syekh Abdurrahim as-Silmi rohimahullah menyebutkan dalam Syarah Kitab Tauhid,

من الإيمان بالله الصبر على أقدار الله

Artinya: “Di antara keimanan kepada Allah (ketauhidan) bersabar atas ketentuan-ketentuan Allah”

 

Allah berfirman,

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan bukakan hatinya”

 

  1. Allah akan memberikan ganjaran yang berlipat kepada orang-orang yang taat

Setelah mereka melakukan perintah Allah, Allah balas mereka dengan ganjaran-ganjaran yang berkali lipat. Pertama, Allah tukarkan Ismail yang hendak disembelih dengan sembelihan yang besar. Allah berfirman,

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

Artinya: “Maka kami ganti (Ismail) dengan sembelihan yang besar”

Di dalam Tafsir at-Thabari, diriwayatkan bahwa Ali menafsirkan dari ‘sembelihan yang besar’ adalah,

كبش أبيض أقرن أعين مربوط بسَمُرَة في ثَبِير

Artinya: “Kambing besar yang mata dan tanduknya bagus terikat pada Tsabir”

Allah balaskan amal ibadah mereka dengan sembelihan yang besar dan beberapa keutamaan lainnya.

Kedua, Allah menjadikannya sebagai contoh dan ibrah kebaikan bagi orang-orang setelahnya, sehingga dapat diambil pelajaran darinya. Allah berfirman,

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ

Artinya: “Kami tinggalkan baginya (pujian dan pelajaran) untuk orang-orang setelahnya” (As-Shaffat: 108)

Oleh karena itu, siapa pun yang mengambil pelajaran dari cerita tersebut, Nabi Ibrahim alaihissalam akan senantiasa mendapatkan pahala dari Allah. Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَلهُ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ (رواه مسلم)

Artinya: “Barang siapa yang mengajarkan kebaikan maka baginya pahala kebaikan itu dan pahala orang yang mengerjakan kebaikan tersebut dan barang siapa yang mengajarkan keburukan maka baginya dosa keburukan itu dan dosa orang yang mengerjakan keburukan tersebut.” (HR. Muslim)

Ketiga, Allah menjamin keselamatan bagi Ibrahim karena perbuatannya. Allah berfirman,

سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Artinya: “Keselamatan bagi Ibrahim”

Keempat, Allah tidak hanya mempertahankan rezekinya namun Allah memberikannya tambahan rezeki lebih dari yang dia harapkan. Allah berfirman,

وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ

Artinya: “Kami berikan ia kabar gembira dengan anaknya Ishaq (yang merupakan seorang) Nabi yang saleh” (Ash-Shaffat: 112)

Setelah penantian panjang menunggu lahirnya anak dari istri pertama, lahirlah seorang anak yang saleh yang menurunkan anak keturunan saleh juga. Di antara pemicu disegerakan lahirnya Ishaq alaihissalam adalah patuhnya Ibrahim alaihissalam untuk menyembelih Ismail alaihissalam  dalam ketaatan.

 

Itulah beberapa nilai-nilai tauhid yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Semoga momen ibadah kurban dan juga bulan Dzulhijjah ini dapat meningkatkan ilmu dan keimanan kita.

 

Reff

  • Al-Qur`an al-Karim
  • Tafsir at-Thabari
  • Tafsir Ibn Katsir
  • Bayanu Arkanil Iman, karya Syeikh Abdullah bin Shalih al-Qushayyir
  • Kitabul Manam, Karya Syeikh Hamud bin Abdillah
  • Syarah Kitab Tauhid, Karya Abdurrahim Silmi

 

Artikel ini ditulis oleh:

Muhammad Insan Fathin, B.Sh.

Alumni Program Studi Syariah LIPIA Jakarta.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *